26 Februari 2016

Bitcoin, Akankah Menjadi Ancaman Bagi Stabilitas Sistem Keuangan?

Dunia saat ini mengalami kemajuan yang luar biasa pesatnya terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang salah satunya adalah internet. Siapa yang saat ini tidak punya akun di facebook?

Mau tahu tentang segala sesuatu di dunia ini tinggal buka Google, segala informasi dengan cepat tersaji di depan mata. Internet memberi kemudahan terhadap kehidupan manusia saat ini. Semudah kita pesan tiket pesawat tanpa harus keluar rumah, dan tiket bisa kita cetak sendiri di rumah.

Namun Internet juga memiliki 2 sisi mata uang yang berbeda. Semua yang baik bisa kita dapatkan, dan hal yang buruk pun dapat kita lakukan secara online via internet.

Salah satu ciptaan penting mendapat perhatian global dalam dunia internet, selain Facebook atau Tweeter, adalah Bitcoin. Bitcoin dikenal sebagai mata uang virtual, atau ada pula yang menyebutnya sebagai mata uang digital. Mempunyai kesamaan fungsi seperti uang yang ada di dompet kita namun tidak berbentuk fisik. Bitcoin selayaknya uang konvensional dapat dijadikan sebagai alat transaksi keuangan. Hanya saja karena berbentuk virtual maka uang ini hanya dipergunakan melalui internet. Ada banyak cara mendapatkan untuk memperoleh Bitcoin, antara lain dengan cara menambang atau barter dengan rupiah. Tentu secara virtual pula caranya. Bahkan saat ini Bitcoin sendiri sudah menjadi mata uang yang diperdagangkan pada broker forex dunia.

Di Indonesia orang mulai melirik Bitcoin baik untuk dipergunakan sebagai alat transaksi maupun sebagai komoditas layaknya emas. Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun semakin banyak masyarakat yang mengincar Bitcoin sebagai instrumen investasi mereka.

Salah satu jenis investasi yang digemari oleh sebagian masyarakat kita adalah investasi yang menjanjikan imbal hasil yang besar dalam waktu singkat. Jenis investasi yang sering disebut sebagai investasi bodong itu sering memakan banyak korban, tetapi tetap saja masyarakat mudah tergiur. Sedikit informasi, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima 2.772 pengaduan masyarakat terkait investasi bodong. Jumlah yang cukup mengejutkan karena masyarakat sudah semakin terdidik dan arus informasi mudah sekali diperoleh sehingga seharusnya bisa belajar dari berbagai kasus yang terjadi sebelumnya.

Lalu apa hubungannya antara Bitcoin, investasi dan Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia? Tidak ada salahnya jika kita melihat sejenak apa yang terjadi di Amerika Serikat. Belum lama ini pihak FBI menangkap Trendon Shavers, orang yang bertanggungjawab terhadap produk Bitcoin Savings and Trust. Ia menarik para pemilik Bitcoin untuk menginvestasikan uang digital mereka dengan keuntungan 3,64% per tahun. FBI menuduh Shavers telah melakukan penipuan dengan menjalankan skema penipuan dalam usahanya itu. Di AS kejahatan yang tergolong dalam securities fraud and wire fraud akan mendapat ancaman hukuman sampai 20 tahun. Mereka benar-benar kejahatan ini sebagai sesuatu yang sangat serius. Kasus-kasus seperti ini bukan ditangani oleh polisi biasa tetapi oleh badan khusus karena sudah akibatnya pada keamanan nasional.

Sejak terbitnya Undang-undang Nomor 21 tahun 2011, dimana ada peran yang dulunya dipegang oleh BI diserahkan kepada otoritas tersendiri yaitu Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Kini BI tidak lagi menangani institusi atau lembaga keuangan seperti bank misalnya, namun BI lebih fokus pada industri perbankan. Namun secara macroprudential BI tetap melakukan ‘pengawasan’ terhadap perbankan yang menjadi bagian dari industri perbankan itu sendiri.

Berkenaan dengan Bitcoin, Bank Indonesia saat ini belum mengakui Bitcoin sebagai alat tukar resmi di Indonesia. Dasarnya adalah belum ada produk undang-undang yang mengatur keberadaan dan penggunaan mata uang digital di Indonesia. Seperti yang dikutip dari Harian Kontan edisi 8 November 2014 dimana Ida Nuryanti, Direktur Departemen Kebijakan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia(BI), memastikan bahwa BI sudah menerapkan pengawasan terhadap Bitcoin. Pihak BI sendiri mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dengan Bitcoin. BI secara resmi juga telah mengeluarkan surat edaran kepada penyelenggara sistem pembayaran agar menutup kerjasama dengan Bitcoin.

Namun bagaimana dengan 10-20 tahun ke depan? Bukan tidak mungkin Bitcoin semakin diterima oleh masyarakat dunia dan dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran via internet. Bitcoin akan menjadi instrumen investasi yang sama seperti uang biasa. Penting bagi BI dan pemerintah untuk menyiapkan ‘payung’ yang akan melindungi masyarakat pengguna mata uang digital, baik itu Bitcoin maupun jenis mata uang digital lainnya. Rasa aman masyarakat khususnya dalam persoalan keuangan dan sistem pembayaran secara tidak langsung berhubungan dengan Stabilitas Sistem Keuangan suatu negara.

Jika saat ini BI merasa bahwa Bitcoin cukup ‘rawan’ dipergunakan karena faktor resiko penipuan atau disalahgunakan sebagai salah satu sarana money laundrying misalnya, maka BI hendaknya bukan hanya sekedar melakukan pengawasan terhadap Bitcoin, tetapi penting juga dilakukan edukasi kepada masyarakat sebelum semuanya terlambat. Gejolak yang melibatkan mata uang digital dan investasi sedini mungkin bisa diantisipasi.

Dunia virtual akan menjadi bagian penting bagi masa depan dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Cepat atau lambat Bitcoin dan sejenisnya akan ikut berperan dalam bidang perekonomian. Memang diperlukan kajian dan riset yang mendalam terhadap hal ini untuk mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential guna mendetekesi kerentanan mata uang digital terhadap sektor keuangan. Dan ini memang sudah bagian dari tugas dari BI dalam menjaga stabilitas Sistem Keuangan. Tentu BI tidak akan bekerja sendiri, kajian mereka akan berguna bagi otoritas lain seperti OJK atau Kepolisian RI.

Di banyak negara kehadiran mata uang digital seperti Bitcoin masih mengundang perdebatan pro maupun kontra. Sebagian yang kontra bitcoin adalah sebuah ancaman terhadap uang konvensional dan erat hubungannya dengan moneter. Bagi sebagian lagi yang pro menganggap Bitcoin adalah sama saja dengan mata uang biasa karena mempunyai nilai dan sama fungsinya. Sekarang tinggal bagaimana kita mempersiapkan diri untuk masa depan agar kita tetap memegang kontrol terhadap sebuah teknologi, demi menjaga sistem keuangan tetap stabil.

Kita ketahui bersama bahwa Bank Indonesia (BI) tidak hanya berperan sebagai bank sentral yang berperan dalam menjaga stabilitas moneter saja. BI mempunyai peranan yang penting dalam menjaga stabilitas perbankan dan sistem pembayaran. Stabilitas perbankan dan sistem pembayaran salah satu kunci dari stabilitas moneter nasional. Imbas dari stabilitas moneter nasional adalah stabilitas nasional yang kokoh. Di sinilah peran BI sebagai bank sentral Indonesia dalam menjaga apa yang disebut sebagai Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)


EmoticonEmoticon